Sunday 6 January 2013

Wanita adalah guru pertama

Wanita, perempuan, atau apapun namanya yang terkait dengan istilah gender atau jenis kelamin satu ini, selalu menghadirkan bahasan tersendiri. Sejak zaman purba hingga modern, wanita menempati tempat tersendiri tidak hanya karena keunikannya, perannya namun juga sejarah kelam yang dialaminya. Tidak hanya itu, di dalam Al Quran  pun bahkan Allah memberi perhatian khusus terhadap wanita dengan salah satu buktinya yaitu diturunkannya surat An Nisa.


Kehidupan seorang wanita sangatlah memiliki peran yang penting, tidak semata-mata sebagai pemanis dunia karena kecantikan dan kelemahlembutan sikapnya, tetapi juga sebagai seseorang yang akan mempersiapkan generasi kehidupan berikutnya. Wanita adalah sekolah pertama bagi keturunannya dimana dialah yang akan mengajarkan bagaimana seseorang manusia kecil akan memulai kehidupannya dimulai dari mengajari patah demi patah kata bicara, membimbingnya untuk berjalan, mengajarkannya mana yang baik sesuai aturan dan agama serta mana yang tidak baik. Tak ada sekolah khusus wanita untuk menjadi guru bagi anak-anaknya. Tak ada pula pihak kurikulum yang akan mengarahkannya untuk memberikan topik serta proses pembelajaran yang benar agar apa yang diajarkan oleh wanita tersebut kepada anaknya sesuai dengan tujuan  yang hendak dicapai. Semua berjalan seperti angin, kemana dia ingin berhembus ya berhembuslah. Atau seperti air, dia hanya akan mengalir mengikuti kelokan sungai.

Jika seorang wanita memiliki memori yang cukup baik, biasanya ini dipelajari dari generasi sebelumnya dan lingkungannya, dalam hal menyiapkan keturunannya, tentu dia akan berusaha mendidik dan mengarahkan keturunannya dengan baik. Bagaimana jika justru wanita itu tak tahu cara menangani dan mendidik yang benar karena dia juga dulu tidak dididik dengan benar oleh ibunya?

Lalu dimana peran laki-laki? Seharusnya sebagai imam, pemimpin, kepala rumah tangga atau direktur rumah tangga, laki-laki sanggup mengarahkan istrinya untuk mendidik keturunannya. Dalam mendidik, seharusnya keduanya seiring sejalan agar tidak membingungkan anak-anaknya. Tetapi apa jadinya jika laki-laki itu juga ternyata tidak memiliki referensi dan pengalaman yang cukup untuk menjadi pemimpin rumah tangga dan mengarahkan istri serta anak-anaknya?

No comments:

Post a Comment